Minggu, 20 Mei 2012

Ja’far bin Abi Thalib, Sang Pemilik Sayap

 
Beliau adalah Ja’far bin Abi Thalib –semoga Allah meridloinya- syahid pada perang mu’tah, anak paman Rasulullah saw, dan kakak kandung Ali, masuk Islam saat umur beliau masih muda dan ikut masuk Islam bersamanya pada hari itu juga istrinya Asma binti Umais, dan keduanya bertahan saat mendapatkan siksaan dan tekanan dengan gagah berani dan teguh.

Beliau sangat mirip dengan Rasulullah saw dari segi wajah dan prilakunya, dan Rasulullah saw menjulukinya dengan bapak fakir miskin, sebagaimana juga beliau dijuluki dengan pemiliki dua sayap, dimana Rasulullah saw berkata kepadanya saat kedua tangannya putus : “Sesungguhnya Allah telah menggantikannya dengan dua sayap sehingga dia bisa terbang di surga sekehendaknya”. (Al-Hakim).



Ja’far sangat mencintai dan mengasihi fakir miskin, memberi makan mereka dan mereka dekat dengannya, berdialog dengan mereka dan merekapun merasa diajak berbicara olehnya, Abu Hurairah pernah bercerita tentangnya : “Orang yang paling baik dan mengasihi orang-orang miskin adalah Ja’far bin Abi Thalib”. Beliau juga berkata : “tidak ada seorangpun yang memakai sendal, mengendarai unta dan tidur diatas debu setelah Rasulullah saw yang lebih baik selain Ja’far bin Abi Thalib”.


Saat Rasulullah saw merasa khawatir atas para sahabatnya, beliau memilih Ja’far menjadi pemimpin untuk melakukan hijrah ke Habsyah, beliau bersabada : “Hendaknya kalian hijrah ke negeri Habsyah, karena disana terdapat seorang raja yang tidak pernah berbuat zhalim kepada siapapun”. Maka Ja’far dan para sahabat pergi melakukan hijrah ke negeri Habsyah, namun para Quraisy telah mencium gelagat mereka, sehingga mengirim dibelakang mereka Amru bin Al-‘Ash dan Abdullah bin Abi rabi’ah –saat itu keduanya belum memeluk Islam- dengan membawa hadiah untuk diserahkan kepada Najasyi raja Habsyah saat itu; dengan harapan mau menyerahkan Ja’far dan sahabatnya untuk dibawa pulang ke Mekkah dan memaksa mereka untuk murtad (keluar dari Islam).


Saat kedua utusan Quraisy Amru bin Al-‘Ash dan Abdullah bin Abi Rabi’ah berada dihadapan raja Najasyi, keduanya berkata : Wahai paduka raja! Sesungguhnya telah datang dinegeri engkau para pemuda yang bodoh, mereka telah memisahkan agama nenek moyang mereka dan tidak mau mengikuti agamamu (masehi), namun mereka hadir disini dengan membawa agama baru yang mereka ciptakan sendiri, kami sama sekali tidak mengenalmya begitupun dengan engkau, kami telah diutus kepada engkau dari kalangan mereka yang paling mulia dari nenek moyang mereka, paman-paman mereka, dan keluarga mereka untuk kami bawa dan mengembalikan kepada mereka”. Saat keduanya telah selesai berbicara, wajah Najasyi dialihkan kewajah kaum muslimin dan bertanya kepada mereka : “Agama apakah gerangan yang telah memisahkan kalian dari kaum, dan kalian tidak membutuhkan agama kami ?


Maka berdirilah ja’far menjadi juru bicara dari kaum muslimin dan atas nama Islam dihadapan raja Najasyi, beliau berkata : “wahai paduka raja, pada zaman dahulu kami termasuk kaum jahili yang selalu menyembah berhala, memakan bangkai dan selalu melakukan perbuatan keji, memutus silaturahim, berbuat jelek terhadap tetangga, yang kuat menzhalimi yang lemah, hingga datanglah utusan Allah kepada kami seorang Rasul dari kalangan kami, kami telah mengenal nasabnya dan kejujurannya, amanah dan kesuciannya, hingga kami diseru untuk beribadah kepada Allah yang Maha Esa, dan meninggalkan sesembahan yang lain seperti yang telah kami lakukan dan nenek moyang kami sebelumnya seperti menyembah batu dan berhala, memerintahkan kami untuk selalu jujur dalam berbicara, menunaikan amanah, menyambung silaturrahim, berbuat baik kepada tetangga, menjaga diri dari berbuat yang haram dan pertumpahan darah, dan mencegah kami melakukan perbuatan keji, berbicara dusta dan memakan harta anak yatim. Lalu kami membenarkannya dan mengimaninya hingga kami disiksa oleh kaum kami sendiri dan difitnah akan agama kami; mereka berusaha mengembalikan kami untuk menyembah berhala. Maka ketika mereka menzhalimi kami dan menekan kami dan berusaha memisahkan antara kami dan agama kami, kami berhijrah ke negeri engkau, dan kami senang hidup berdampingan denganmu, dan kami berharap engkau tidak ikut menzhalimi kami”.


Najasyi menyimak begitu asyik ucapan Ja’far hingga dirinya merasa terharu kemudian beliau bertanya kepadanya : apakah ada sesuatu bersamamu yang telah diturunkan atas Nabi kalian ? Ja’far menjawab : Ya. Najasi berkata lagi : bacakanlah kepada saya ! maka ja’farpun membacakan kepadanya surat maryam hingga beliau menangis. kemudian beliau menoleh kepada Amru dan Abdullah dan berkata kepada keduanya : “sesungguhnya demi Allah, inilah agama yang telah dibawa oleh nabi Isa untuk keluar dari perapian yang tunggal (dia bermaksud bahwa sumber Al-Quran dan Injil adalah satu). Pergilah kalian, karena demi Allah saya tidak akan menyerahkan mereka kepada kalian !”


Maka saat itu pula, Amru berfikir untuk meninggalkan mereka. Dan pada hari berikutnya Amru kembali menghadap Raja, dan berkata kepadanya : “Wahai raja, sesungguhnya mereka akan mengatakan tentang nabi Isa berita yang sangat mengagumkan, maka beliaupun terpaksa memanggil para pendeta untuk mendengarkan ucapan ini dan meminta kaum muslimin untuk berkumpul. Najasyi berkata : “Apa pendapat kalian tentang Nabi Isa ?” Ja’far menjawab : “Kami berpendapat seperti apa yang dibawa oleh nabi kami saw, dia adalah hamba Allah dan utusan (Rasul) Allah, dan wahyunya disampaikan melalui Maryam dan ruh dari-Nya. Saat itu pula Najasyi mengumandangkan bahwa inilah yang telah disampaikan oleh Isa bin Maryam tentang dirinya, kemudian berkata kepada kaum muslimin : “Pergilah kalian, sesungguhnya kalian aman di negeri kami, dan barangsiapa yang mencaci dan menyakiti kalian, maka atasnya ganjaran yang setimpal”. Kemudian beliau juga mengembalikan hadiah yang diberikan oleh orang-orang Quraisy.


Ja’far dan kaum muslimin lainnya akhirnya kembali dari Habsyah setelah ditaklukkannya Khaibar, sehingga Rasulullah saw merasa gembira atas kedatangannya hingga beliau memeluknya dengan erat dan berkata kepadanya : “Aku tidak mengetahui dari hal apakah saya merasa gembira pada hari ini; apakah karena kedatangan Ja’far atau karena kemenangan atas khaibar ?”. (Al-Hakim). Kemudian Rasulullah saw memberikan kepadanya rumah untuk tempat tinggal beliau beserta istrinya; Asma binti Umais dan ketiga anaknya; Muhammad, Abdullah dan ‘Auf, dan Rasulullah saw juga mempersaudarakannya dengan Mu’adz bin Jabal.


Pada tahun 8 hijriah, Nabi mengirim pasukan ke Syam untuk menyerang pasukan Romawi, dan mengangkat Zaid bin Haritsah sebagai komandan perang, beliau bersabda : “Hendaklah kalian mentaati Zaid, jika dia terluka dan syahid, maka penggantinya adalah Ja’far bin Abi Thalib, jika beliau terluka dan syhid, maka penggantinya adalah Abdullah bin Rawahah”. (Ahmad dan Bukhari).


Ketika perang berkecamuk dengan dahsyatnya antara kedua pasukan di daerah mu’tah, Zaid bin Haritsah syahid, lalu digantikan oleh Ja’far yang maju dengan gagah berani menerobos ke tengah pasukan musuh sambil mengumandangkan bait-bait syair dengan suara lantang


Beliau terus maju membunuh pasukan musuh hingga tangan kanannya terputus, lalu bendera dialihkan ke tangan kirinya hingga terputus tangan kirinya, lalu beliau berusaha meraih kembali bendera tersebut dengan bahunya hingaa beliau menemui syahid.


Ibnu Umar berkata : “Ketika saya bersama Ja’far dalam perang Mu’tah, kami mencarinya dan menemuinya dalam keadaan tubuhnya terdapat lebih dari 90 tusukan, antara tusukan pedang dan panah.


Ketika Rasulullah saw mendengar atas syahidnya ja’far, beliau langsung pergi ke rumah anak pamannya, dan menemui anak-anak Ja’far, lalu beliau mencium mereka dan mendoakan orang tua mereka dengan kebaikan 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Saling Menasehatilah Kalian Dalam Kebaikan
.::| Tuliskan Komentar Membangun yah |::.

Entri Populer Nih.. (^^,)